Ngaji Online bersama Kyai Imam Ghazali Said (III): Sekilas catatan tentang Frase “Insya Allah”

STIT SUNAN GIRI BIMA, KOTA BIMA. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa ketika Nabi Muhammad Saw. ditanya oleh orang-orang musyrik Makkah tentang tiga hal; kisah beberapa pemuda yang bersembunyi di gua, siapa penakluk hebat yang dapat merambah dunia, dan apa itu ruh. Nabi menjawab dengan tanpa menggunakan frasa “insya Allah”. Kemudian bagaimana frasa “insya Allah” itu muncul dan kapan mulai digunakan, kajian berikut akan membahasnya secara detail.

Frasa “insya Allah” mulai muncul ketika Allah Swt. befirman dalam Qs. al-Kahfi (18): 23-24,

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَاْيۡءٍ إِنِّي فَاعِلٞ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُۚ وَٱذۡكُر رَّبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلۡ عَسَىٰٓ أَن يَهۡدِيَنِ رَبِّي لِأَقۡرَبَ مِنۡ هَٰذَا رَشَدٗا

23.Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi,

24.Kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”.

Membaca ayat ini, kita berpikir secara mendalam maksud yang terkadung dalam ayat tersebut. Ayat ini melarang kita untuk memastikan apa yang hendak kita lakuan besok, “sungguh besok saya akan melakukan ini”. Satu-satunya Dzat yang kuasa untuk melakukannya adalah Allah Swt., kita tidak punya kuasa untuk itu. Jika Allah Swt. berkehndak, maka perbuatan itu akan terjadi, tapi jika Allah Swt. tidak berkehendak, maka perbuatan itu tidak akan terjadi. Dan kita, sangat lemah untuk melakukan atau tidak melakukan kecuali dengan kehendak Allah Swt.

Orang yang hendak melakukan sesuatu, maka ia harus memiliki kemampuan untuk melakukan, ia juga harus memiliki waktu dan tempat di mana perbuatan itu akan terjadi. Dalam arti jika saya berkata, “besok saya akan pergi untuk menemui seseorang”, ini adalah contoh paling sederhana, seseorang berkata ia akan melakukan sesuatu itu. Maka saya harus memastikan bahwa saya memiliki kemampuan dan saya besok masih dalam keadaan hidup, padahal yang menentukan mati adalah Allah Swt.

Manusia tidak memiliki kemampuan untuk memberikan jaminan kehidupan pada dirinya sedetik saja, apalagi satu hari penuh. Oleh karena itu, kita harus membarenginya dengan frasa “insya Allah” karena yang memiliki otoritas menghidupkan dan mematikan semua makhluk adalah Allah Swt.

Tradisi pengucapan frasa “insya Allah” adalah dimulai setelah adanya kejadian di surat al-Kahfi karena Nabi ketika menjawab pertanyaan orang-orang musyrik Makkah tidak menggunakan frasa “insya Allah”. Setelah diajari dengan turunnya ayat di atas, maka frasa “insya Allah” terus digunakan oleh Nabi Muhammad Saw. Itu menunjukkan bahwa Nabi itu manusia biasa. Frasa “insya Allah” ini sudah menjadi bahasa Indonesia yang dalam bahasa Arab disebut bi Masyiatillah.

Dengan demikian, ucapan “Besok saya akan menemui seseorang” itu adalah ucapan yang salah karena besok saya tidak mengetahui apakah saya masih hidup atau sudah mati. Kehidupan ini menjadi kehendak Allah Swt., jika Allah berkehak kehidupan itu masih ada, maka akan terus ada kehidupan tapi jika tidak, maka kematian akan terjadi.

Banyak keinginan dan rencana yang sudah kita susun tapi apalah daya ada halangan mendadak yang kita alami seperti terkena serangan jantung secara mendadak, ada tamu agung yang datang secara tidak terduga yang membuat kita sulit menghindar untuk menemuinya, atau terjadi hal lainnya. Jadi walaupun saya masih hidup tapi saya tidak mampu untuk merealisasikan keinginan atau rencana yang telah tersusun rapi itu karena beberapa sebab yang saya sendiri tidak mampu untuk menghindarinya karena sebab-sebab itu juga merupakan kehendak Allah Swt. Wallahu a’lam.

Syukri Abubakar