Perguruan Tinggi Islam Ideal

Imam Suprayogo Tiga. Ide tulisan ini sebenarnya bermula  dari diskusi dengan para dosen STAIN Bangka Belitung bberapa waktu yang lalu. Dari diskusi itu, yang kebetulan saya diundang untuk menjadi pembicara, ada seorang dosen yang  mengajukan pertanyaan tentang perguruan tinggi Islam yang disebut ideal. Dosen dimaksud ingin tahu, sebenarnya ukuran apa saja sehingga perguruan tinggi Islam disebut unggul atau  bahkan ideal itu.
Masih menurut dosen yang mengajukan pertanyaan tersebut, melihat bahwa selama ini UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, menurut penglihatannya adalah sudah maju, unggul, dan bahkan boleh disebut ideal. Atas dasar hasil penglihatannya itu, dosen dimaksud menanyakan, apakah masih ada hal-hal baru lagi yang seharusnya perlu diwujudkan oleh kampus yang dulunya hanya berupa  sekolah tinggi,  dan sebenarnya keadaannya  sama dengan STAIN  di berbagai tempat.
Menjawab pertanyaan tersebut, saya mengatakan bahwa, pertanyaan serupa itu  sudah seringkali saya dapatkan di berbagai tempat. Jawaban saya sama. Ialah bahwa kebesaran perguruan tinggi Islam tidak cukup hanya dilihat dari jumlah dosen dan mahasiswanya, keindahan gedung dan tamannya, kelengkapan sarana dan prasarananya, jumlah wisudawan pada setiap semester, dan sejenisnya itu. Ukuran kehebatan perguruan tinggi Islam yang sebenarnya bukan sekedar berupa hal-hal yang bersifat fisik itu.
Memang benar,   bahwa aspek-aspek yang bersifat fisik itu penting untuk dipenuhi. Akan tetapi sebenarnya ada hal lain yang lebih mendasar yang seharusnya dicapai oleh perguruan tinggi Islam. Hal yang mendasar dimaksud ternyata tidak bisa diraih dalam waktu singkat, melainkan harus melewati proses  panjang,  dan dari berbagai  pengalaman, ternyata  justru tidak mudah diraih. Saya menyampaikan bahwa, jika membangun perguruan tinggi Islam itu diumpamakan dengan membangun sebuah rumah, maka fase perkembangan UIN Maupana Malik Ibrahim Malang  baru sampai pada tahap membuat  fondasi, dan itupun hingga sekarang belum selesai.     
Mendengarkan penjelasan itu, rupanya dosen yang mengajukan pertanyaan tersebut semakin penasaran. Ia  benar-benar  ingin membayangkan tentang perguruan tinggi Islam yang disebut ideal itu. Saya menjelaskan bahwa perguruan tinggi Islam yang  disebut ideal, sebenarnya secara garis besar, gambarannya  telah dirumuskan dengan baik, yaitu  perguruan tinggi yang mampu menjalankan tri dharma perguruan tinggi secara benar. Perguruan tinggi dimaksud telah menjalankan penelitian secara benar, pendidikan dan pengajaran, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Dari penjelasan saya itu mungkin saja ada pertanyaan selanjutnya, misalnya bahwa manakala ukurannya sederhana seperti dikemukakan itu, maka bukankah perguruan tinggi Islam telah menjalankan itu semua. Maka, penjelasan itu saya pertegas, bahwa mereka telah melakukan penelitian secara benar, pendidikan dan pengajaran secara benar, dan pengabdian pada masyarakat secara benar pula. Sebutan  benar yang saya maksudkan adalah bahwa kegiatan itu bukan dilakukan sebatas memenuhi tuntutan  formal, tetapi atas dasar kecintaan dan pengabdian sepenuhnya terhadap ilmu. Orang yang telah mencintai sesuatu selalu dibarengi dengan kesediaan berkorban dan bahkan berani menanggung resiko apa saja dari kegiatannya itu.
Perguruan tinggi yang didalamnya terdapat para dosen, mahasiswa, dan siapa saja lainnya, yang mereka itu sehari-hari sangat mencintai ilmu dan oleh karena itu hidupnya  secara total dan tulus diabdikan untuk ilmu, maka perguruan tinggi Islam itu baru bisa disebut ideal. Atas dasar kecintaan dan pengabdian secara tulus dan total dari  seluruh warganya terhadap ilmu itu, maka di dalam perguruan tinggi itu sehari-hari yang dipikirkan, dibicarakan,  dan dilakukan adalah tentang ilmu pengetahuan. Suasana atau iklim akademik seperti itu, maka kampus akan menghasilkan  banyak buku, jurnal, hasil penelitian,  karya ilmiah bermutu yang terbit, dan prestasi itu  akan selalu dibicarakan, bukan karena jumlah dosen dan mahasiswanya, keindahan dan kewibawaan gedungnya,  melainkan oleh  karena kehebatan karya para guru besar dan dosennya, dan ditambah kualitas para  alumni dan  mahasiswanya.
Gambaran ideal itu tidak akan mungkin bisa diraih dalam waktu singkat. Sekedar menjadikan  para dosennya berpendidikan dan berjabatan akademik puncak, yakni bergelar Doktor dan profesor tidak terlalu sulit. Asalkan tersedia dana yang cukup semua itu bisa dicapai. Apalagi sekedar memenuhi kebutuhan sarana fisik seperti gedung dan peralatan lainnya, jika anggarannya tersedia, maka dalam waktu singkat bisa dipenuhi.  Hal itu berbeda dengan upaya menjadikan para  guru besar dan dosennya  agar semakin mencintai ilmu  dan menghasilkan karya-karya ilmiah yang bermutu, maka tugas atau pekerjaan itu pasti tidak mudah.  Membangun iklim akademik memerlukan waktu dan upaya-upaya yang  membutuhkan kesabaran, ketulusan, integritas yang tinggi, istiqomah, dan lain-lain.  
Sebagai tambahan, saya juga sampaikan bahwa, membangun perguruan tinggi Islam ideal selain memerlukan waktu lama serta energi yang cukup juga  masih harus ditambah lagi dengan persoalan kemanusiaan yang selalu muncul.  Persoalan itu  terkait dengan perjalanan kehidupan manusia, tidak terkecuali yang ada di  perguruan tinggi. Bahwa kehidupan ini ternyata tidak pernah linier. Perjalanan kehidupan itu kadang menaik, mendatar, dan bahkan kadang harus mengalami  turun tajam. Itulah sebenarnya gambaran kehidupan. Dalam pengembangan perguruan tinggi Islam, di samping ada kekuatan pendorong atau pemicu kemajuan, tetapi juga sebaliknya,   selalu muncul  kekuatan yang memperlemah dan bahkan merusak. Akhirnya, kehidupan kampus kadang menaik, tetapi sebaliknya juga turun tajam.
Kekuatan perusak kehidupan perguruan tinggi Islam yang dimaksudkan itu,   bisa saja berasal dari luar dan juga sangat mungkin sebaliknya, ialah  justru dari dalam.  Sebagai perusak suasana kampus atau iklim akademik yang berasal  dari  dalam misalnya saja   adalah permainan politik di kampus, munculnya kelompok kelompok yang tidak ada kaitannya dengan pengembangan ilmu, semangat hedonis, dan sejenisnya. Akan tetapi apapun hamabatan dan adanya kekuatan perusak apapaun bentuknya, maka  perguruan tinggi Islam harus semakin maju dan akhirnya  menjadi apa yang disebut ideal itu.Wallahu a’lam.