Syukri Abubakar. Dalam paparan pak Hamdan Zoelva, paling tidak ada beberapa poin yang bisa disajikan; Pertama, beliau mulai dengan bercerita ketika beliau diangkat menjadi hakim di MK.
Dalam sambutannya beliau menyitir hadis Nabi yang mengatakan bahwa: “Hakim terdiri dari tiga golongan. Dua golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk surga. Yang masuk surga ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum tersebut. Bila seorang hakim mengetahui yang haq tapi tidak mengadili dengan hukum tersebut, bahkan bertindak zalim dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Yang segolongan lagi hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui yang haq dan memutuskan perkara berdasarkan kebodohannya, maka dia juga masuk neraka”. (HR. Abu Dawud dan Ath-Thahawi).
Ketiga, beliau memaparkan bahwa untuk menjadi Negara yang maju harus memiliki dua hal; yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam skala nasioanl, kita memiliki sumber daya alam yang melimpah namun minim sumber daya manusia sehingga kekayaan alam kita banyak dikeruk oleh orang asing. SDM kita kalah jauh dengan Jepang, Korea dan sekarang China bahkan kita kalah dengan Malaysia. Di luar negeri, mahasiswa yang dikenal adalah mahasiswa Malaysia. Kalau dibandingkan 8 orang Malaysia 2 orang Indonesia. Padahal beasiswa untuk mahasiswa ke luar negeri saat ini sangat banyak sekali malah banyak yang tidak terpakai karena banyak yang daftar tapi tidak memenuhi syarat alias tidak lulus ujian. Inilah kondisi real kemampuan kita di Bidang SDM.
Dalam skala lokal, kita orang Bima terkenal dengan orang yang ulet dan perantau sejati. Beliau bercerita ketika keliling Indonesia, ada saja orang Bima disana. Misalnya di Ambon. Sambil menunggu jam pemberangkatan pesawat, beliau keliling-keliling kota Ambon dengan menaiki taksi. Beliau bertanya kepada sopir taksi, maaf bapak orang mana? Sopir taksi menjawab, orang jauh pak! NTB. Pak Hamdan pun bertanya lagi, NTB mana? Bima pak, jawab sopir taksi. Oh dou Mbojooo kata pak Hamdan mengakhiri cerita pertemuannya dengan orang Bima di Ambon. Beliau juga bercerita di Kalimantan banyak juga orang Bima ada yang menjadi ketua DPRD ada yang menjadi ketua KPU tapi sekarang sudah tidak menjabat lagi. Lanjutnya. Begitu juga di daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Khusus di Ibu Kota Jakarta, beliau mengatakan bahwa di seluruh sekolah di Jakarta pasti ada orang Bima yang menjadi Guru baik sekolah swasta maupun negeri. Coba aja ditanya pasti ada. Terangnya. Namun mereka itu generasi tua. Sedangkan generasi muda sudah jarang sekali malah yang banyak di perusahaan-perusahaan bekerja sebagai kuli. Kenapa kok banyak generasi Tua yang ada disana? Jawabnya karena memang di Bima dulu banyak sekolah guru seperti SPG, SGO, dan PGA. Setelah tamat dari sini mereka langsung merantau ke Jakarta dan di seluruh pelosok negeri. Begitu kisahnya.
Nah untuk mendorong SDM orang Bima dapat berdaya jual tinggi, maka perlu wadah untuk mempersiapkannya yaitu dengan adanya perguruan Tinggi yang berkualitas yaitu Perguruan Tinggi Negeri. Beliau termotivasi ketika sekelompok pendidik Bima di Makassar mengajukan proposal pendirian UNIVERSITAS NEGERI BIMA. Beliau menelpon Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan menanyakan peluang daerah Bima mendirikan Universitas Negeri. Dirjen menjawab bisa tapi harus menyediakan lahan kurang lebih 30 hektar untuk Universitas dan 10 hektar untuk Institut/Sekolah Tinggi/Diploma. Dirjen menyarankan mengambil Politeknik untuk Diploma 3 yaitu jurusan pertanian, peternakan, dan perikanan dan kelautan. Pak Hamdan memperkirkan kalau pemkot dan pemkab Bima tidak bisa memenuhi persyaratan untuk pendirian Universitas yang membutuhkan lahan 30 h, yang mungkin adalah menyediakan lahan untuk Politeknik yaitu 10 hektar. Informasi ini kemudian dikomunikasikan dengan walikota Bima H. Quraish H. Abidin dan disanggupi oleh beliau untuk penyiapan lahannya. Namun ditunggu-tunggu tidak ada tindak lanjutnya, maka dialihkan ke Pemkab yang disambut positif juga oleh Dae Very ketika itu. Itulah sepotong kisah tentang ide awal pendirian Politeknik di Bima.
Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah kenapa Politeknik? kok tidak mengusahakan jurusan yang lain? Sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa orang Bima ini orang yang ulet dan memiliki jiwa perantau dan saat ini TKI yang paling banyak itu berasal dari daerah NTB dan kebanyakan mereka menjadi tenaga kasar. Oleh sebab itu, melalui ikhtiar ini, diharapkan 7 tahun 10 tahun ke depan tenaga-tenaga yang dikirim keluar negeri khususnya yang berasal dari daerah Bima sudah memiliki keterampilan yang memadai sehingga bisa bersaing dengan tenaga-tenaga terampil lainnya. Beliau memberikan contoh daerah Istimewa Jogjakarta. Disana tumbuh usaha industry kreatif karena memang memiliki tenaga-tenaga yang terampil dalam bidang itu. Kemudian mereka mengirim tenaga-tenaga terampil itu ke daeah-daerah lain yang kaya SDA nya dan SDA nya itu dijadikan bahan mentah untuk industry kreatif di jogyakarta. Jadi system barter. Begitu juga di Gorontalo, disana tidak memiliki dokter special kemudian pemerintah menyekolahkan beberapa orang yang potensial untuk mengambil spesialisasi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Nah sekarang ini tidak ada lagi kekurangan dokter special disana. Jadi tergantung keinginan dari pemerintah sendiri kalau ingin daerahnya maju.
Untuk sementara ini, Politeknik Bima secara administrasi diserahkan sepenuhnya kepada UNRAM sedangkan tempat perkuliahannya di Bima tepatnya di SONDOSIA. Ke depan, pemerintah harus berani menyekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi guru-guru yang potensial sehingga ketika mereka kembali nanti bisa mengajar di Politeknik tersebut dan pada akhirnya bisa dikelola secara mandiri.
Lebih lanjut pak Hamdan menegaskan bahwa ada satu lagi keinginannya untuk segera diwujudkan dan masih dalam proses, yaitu pendirian PTAIN BIMA. Kalau Politeknik Negeri Bima sudah terwujud maka berikutnya adalah Perguruan Tinggi Islam Negeri yang harus segera diupayakan . Mohon do’anya semua semoga usaha ini berjalan dengan lancar. Beliau menegaskan kalau Menteri Agama yang menjabat saat ini adalah teman dekatnya. Jadi bisa diajak kompromi. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah dalam waktu 3 bulan ini keinginan itu bisa terwujud? Mengingat masa jabatan sahabatnya itu tinggal 3 bulan lagi. Kalau beliau terus menjadi menteri insya Allah cita-cita ini akan segera terwujud. Tapi siapa pun Menteri Agamanya ke depan kita do’akan yang terbaik. Cepat atau pun lambat insya Allah cita-cita itu akan segera terwujud. Apalagi PPS sudah masuk pembahasan DPR. Jika PPS jadi maka mau tidak mau PTAIN BIMA pun akan jadi. Asal jangan sampai kedahuluan daerah lain. Jelasnya mengakhiri pemaparannya.
Itulah beberapa hal yang saya tangkap dari pembicaraan bapak Hamdan Zoelva, SH., MH. yang memakan waktu kurang lebih satu jam setengah yang berakhir pada pukul 22.30 Wita.
Bima, 31 Juli 2014