Pembukaan: Proses Pengenalan Akademik (PPA) STIT Sunan Giri Bima



Panitia PPA

Syukri Abubakar. Ketua STIT Sunan Giri Bima dalam sambutannya diawali dengan menjelaskan bahwa panggilan untuk mahasiswa di perguruan tinggi beda dengan di sekolah menengah. Kalau di perguruan tinggi, panggilannya adalah saudara/saudari, walaupun secara umur sangat jauh berbeda. Hal ini dilakukan karena dari segi umur sudah beranjak dewasa dan sudah bisa berpikir mandiri. Sedangkan di sekolah menengah, panggilan yang biasa digunakan adalah anak-anak.

Lebih lanjut, beliau mengingatkan panitia agar hati-hati dalam menangani PPA ini. Jangan sampai melakukan tindakan di luar kontrol karena hal itu akan berakibat fatal bagi pelaku ataupun lembaga.
Jumlah peserta yang ikut PPA kali ini tidak terlalu banyak yang hadir, yang sebenarnya berjumlah 39 orang. Panitia menjelaskan bahwa yang tidak hadir itu ada alasannya. Pertama karena ada keluarga yang meninggal dan kedua nomer kontak mahasiswa tidak diketahui sehingga tidak bisa dihubungi.
Walaupun jumlah pesertanya sedikit, Ketua Lembaga mengharapkan tidak perlu ada kekhawatiran. Karena pada saat ini, sejak SD sampai SMA satu kelas itu hanya diisi oleh 20 sampai 30 orang saja.
Kelompok yang sedikit ini kalau dikelola dengan proses pembelajaran yang profesional, nantinya akan menjadi pemenang. Untuk memperkuat pendapatnya ini, beliau menyitir sebuah ayat al-Qur’an; “Sungguh sekelompok orang yang sedikit dapat mengalahkan kelompok orang yang banyak atas ijin Allahâ€�.    
Pembelajaran diperguruan tinggi berbeda dengan pembelajaran di sekolah tingkat menengah. Di perguruan tinggi, yang aktif adalah mahasiswanya. Artinya mahasiswa harus mencari sendiri materi yang akan dipresentasikan kemudian dibuatkan makalah lalu didiskusikan dengan teman-teman dalam kelas. Dosen bertugas hanya sebagai fasilitator, pengarah jalannya diskusi dan menjastifikasi terhadap materi yang didiskusikan. Demikian juga, dibuka peluang untuk mendebat teman diskusi ataupun dosen dengan argumentasi yang logis dan rasional. Sementara di tingkat menengah, siswa kebanyakan menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru tanpa berani membantahnya.
Lebih lanjut pak Ketua menjelaskan bahwa di jaman teknologi informasi seperti saat ini, mahasiswa dituntut untuk menguasai perangkat teknologi seperti HP, Computer dan Laptop. Perangkat ini dapat digunakan untuk mengakses informasi keilmuan seluas-luasnya yang berkaitan dengan materi perkuliahan atau materi lain yang dibutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, kampus sudah menyediakan layanan internet selama 24 jam sebagai perpustakaan online bagi mahasiswa. Jika demikian adanya, maka tidak ada lagi alasan tidak membuat tugas karena kekurangan reverensi. Karena materi apapun yang kita butuhkan, tersedia semua diinternet. Namun perlu diingat oleh mahasiswa, ketika saudara membuat tugas, jangan sampai menjiplak karya orang lain. Saudara harus berusaha berkarya sendiri dengan bantuan karya orang lain tersebut. Maknanya, saudara jangan langsung ganti nama pemilik karya itu dengan nama saudara karena perbuatan demikian ini sama dengan mencuri karya orang lain. Harapannya, kita sebagai pendidik dan ilmuan harus jujur pada diri sendiri. Itulah yang terpenting.!

Bima, 4 September 2014