Bedah Buku: Jalan Rohani menuju Tuhan

Selasa, 22 Oktober 2019 BEM STIT Sunan Giri Bima untuk pertama kalinya melaksanakan kegiatan bedah buku karya Abdussalam, M.Pd.I. yang berjudul “Model Pendidikan Agama Islam dengan Pendekatan Tasawuf”. Dalam sambutannya ketua BEM berterima kasih kepada pihak lembaga yang telah mendukung terlaksananya kegiatan tersebut. “Kegiatan seperti ini akan dilaksanakan secara rutin agar mahasiswa STIT Sunan Giri Bima termotivasi untuk belajar dan terbiasa melakukan dialog”, tuturnya.

Merespon kegiatan tersebut, dalam sambutannya, ketua STIT Sunan Giri Bima sangat mengapresiasi kegiatan seperi ini karena dapat membuka wawasan dan terbiasa berkecimpung di dunia ilmu. Ketua lembaga juga mengharapkan agar kegiatan seperti ini terus dilaksanakan walaupun dukungan dana tidak seberapa, yang terpenting kegiatan dapat berjalan sesuai dengan jadwal.

Menyinggung isi buku yang dibedah, ketua merujuk pada kitab Ihya’ ulumuddin karya Imam al-Ghazali bahwa jalan menuju Tuhan atau ma’rifatullah itu dapat dilalui dengan dua jalan, pertama dengan cara dhohiriyyah artinya merenungi, mengamati hasil ciptaan yang nampak dan secara bathiniyyah yaitu dengan cara olah jiwa agar menjadi suci sehingga dapat menggapai ma’rifatullah.

Selanjutnya, dalam paparannya, penulis buku menjelaskan bahwa buku yang dibedah ini merupakan hasil penelitian S2nya yang berlokasi di desa Risa kabupaten Bima, tepatnya praktek tasawuf yang dijalankan oleh kakeknya sendiri di desa tersebut. Hasil penelitian tersebut dijadikan dua buku. Pertama berjudul “Jalan Rohani menuju Tuhan” dan yang kedua “Model Pendidikan Agama Islam dengan Pendekatan Tasawuf”.

Dalam paparannya yang memakan waktu lima belas menit itu, penulis membedah isi buku yang pertama “Jalan Rohani menuju Tuhan”. Penulis menjelaskan tentang bagaimana asal mula penciptaan manusia. Menurutnya, penciptaan manusia itu berasal dari Nur Muhammad. Sebelum manusia diciptakan, Nur Muhammad melakukan dialog satu persatu dengan beberapa unsur penciptaan manusia yang terdiri dari api, air, udara, dan tanah. Penulis buku menjelaskan satu persatu isi dialog tersebut secara detail.

Irwan Supriadin J,. M.Sos.I. yang didapuk sebagai pembanding, memberikan beberapa catatan atas isi buku dan pemaparan yang disampaikan oleh penulis buku. Pertama, seharusnya buku yang dibahas adalah buku yang kedua sesuai dengan tema yang terpampang di spanduk “Model Pendidikan Agama Islam dengan Pendekatan Tasawuf”. Makanya, ia tidak sempat membaca isi buku tersebut. Hal ini, menurutnya, barangkali terjadi miskomunikasi antara panitia dan penulis buku. Oleh karena itu, pada kegiatan bedah buku berikutnya harus terjalin komunikasi yang intens dengan penulis buku agar terhindar dari kesalahpahaman pada waktu kegiatan.

Kedua, paparnya, seharusnya penulis buku menjelaskan secara detail isi buku yang berkaitan dengan jalan menuju Tuhan. Tidak hanya menjelaskan asal usul penciptaan manusia karena penjelasan seperti itu tidak mewakili isi buku yang dibedah. “Pemaparan yang disampaikan oleh penulis kurang mewakili isi buku yang dibedah”. Ungkapnya.

Walaupun terjadi miskomunikasi antara panitia, penulis buku dan pembanding dalam menguliti isi buku, tidak menyurutkan antusiasme peserta diskusi mengikuti dan menyimak apa-apa yang disampaikan oleh pembicara bahkan ketika dibuka sesi tanya jawab, banyak di antara peserta yang mengacungkan tangan untuk mempertanyakan persoalan yang masih mengganjal dalam pikiran mereka.

Pada kesempatan terakhir, ketua berpesan bahwa mempelajari ilmu tasawuf (ilmu hakekat) itu wajib dilakukan namun sebelum itu harus menguasai terlebih dahulu ilmu syari’at (ilmu fiqh) karena ilmu syari’at merupakan pondasi dasar berislam setelah iman. Jika tidak, dikhawatirkan melenceng kejalan yang sesat. Maunya menuju Tuhan tapi dibelokkan menuju Setan, apalagi tanpa dibimbing oleh seorang guru atau mursyid. Na’udzubillah min dzaalik. Wallahu a’alm.

Kota Bima, 25 Oktober 2019