Mengenal Jati Diri

Dr. Abdullah adalah salah seorang orang cerdik pandai yang berasal dari Kore Bima. Beliau termasuk salah satu dari sekian ribu pencari ilmu asal Bima yang berhasil di rantauan. Hal ini dibuktikan dengan raihan gelar doktor dan jabatannya saat ini sebagai pembantu dekan III Fakultas Ushuluddin UIN Alauddin Makassar.

Oleh karena itu, ketika mendengar kabar beliau akan pulang kampung, kami meminta waktu beliau untuk membagi ilmu di kampus STIT Sunan Giri Bima yang dikemas dalam bentuk kegiatan Stadium General yang disesuaikan dengan waktu luangnya.

Kegiatan tersebut disepakati dilaksanakan pada Senin, 14 Oktober 2019 yang bertempat di AULA STIT Sunan Giri Bima dengan tema “Mengenal Jadi Diri”. Tema ini dipilih berdasarkan keahlian beliau yang bergelut dalam bidang filsafat.

Dalam kegiatan tersebut, saya sampaikan bahwa kegiatan serupa sudah menjadi rutinitas kampus STIT Sunan Giri Bima pada setiap semester bahkan bisa lebih dari dua atau tiga kali kegiatan. Hal ini dilakukan dalam rangka memberi motivasi dan pencerahan kepada mahasiswa untuk membuka cakrawala berfikir tentang pentingnya memiliki ilmu pengetahuan.

Dalam paparannya, dengan menggunakan gaya bahasa sastra yang bernuansa filsafat, sedikit kocak, doktor Dul, biasa disapa, di antaranya menjelaskan bahwa jika mahasiswa ingin berhasil dan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki di dunia dan akhirat, maka ia harus mengenal dirinya sendiri. Sebuah kata bijak yang cukup terkenal mengatakan “Siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”, karena tujuan hidup kita adalah untuk menghambakan diri kepada Allah dan akan kembali kepada-Nya, “Sesunggunya kami berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya”.

Manusia diciptakan oleh Allah dengan paket lengkap yang membedakannya dengan mahluk lain. Namun demikian, terkadang manusia yang tercipta dengan paket “Ahsani Taqwiim” tersebut, tidak mengenal dirinya sehingga muncul dalam dirinya berbagai bentuk kegelisahan seperti rasa cemas, khawatir, resah, bingung, hampa, dan seterusnya yang merusak dirinya.

Hal itu terjadi karena manusia sendiri sering melakukan pelanggaran terhadap apa yang dilarang oleh sang Pencipta. Beliau mencontohkan larangan berduaan dengan lawan jenis karena yang ketiga adalah setan. Jika setan ikut campur menggoda, maka terjadilah apa yang hendak terjadi seperti hamil di luar nikah sehingga hal tersebut memunculkan perasaan bersalah, khawatir, cemas dan seterusnya. Karena ia telah melakukan pelanggaran terhadap batasan-batasan yang telah Allah tentukan, jelas ia telah merusak ciptaan Allah yang sempurna itu.

Untuk mengenal diri lebih mendalam, menurutnya, harus mengetahui apa saja potensi yang ada dalam dirinya, karena setiap manusia tercipta dengan keunikannya masing-masing. Jika manusia mengetahui keunikannya, maka dia akan dapat meraih kesuksesan dan kebahagiaan sebagaimana yang menjadi tujuan hidup.

Cara menggali potensi diri itu, beliau contohkan dengan melakukan renungan dan dialog dengan dirinya. Pada saatnya nanti akan ditemukan keunikan dan potensi yang dimilikinya sehingga itulah yang akan menjadi pijakan dalam setiap langkah kehidupannya.

Dalam diri manusia, menurutnya, terdapat beberapa unsur yang harus dikenal sehingga dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya atau diabaikan sama sekali. Di antaranya, manusia memiliki jasad, ruh, akal pikiran, hati, dan nafsu. Kajian secara mendalam tentang beberapa unsur tersebut tentu membutuhkan waktu yang lama, namun jika unsur-unsur itu dapat dimanfaatkan secara proporsional, maka manusia akan mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan hidup.

Misalnya, si A menggunakan akal pikirannya secara baik dan bijak dalam menuntut ilmu pengetahuan dan ilmu yang didapatnya itu digunakan untuk kemaslahatan manusia, maka ia akan merasakan kebahagiaan hidup karena telah berjasa membantu memenuhi hajat hidup orang banyak. Sabda Nabi Muhammad Saw. “Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat untuk orang lain”. Wallahu a’lam.

Kota Bima, 15 Oktober 2019