Sekali lagi; Kontroversi Hukuman Mati



Syukri Abubakar. Minggu-minggu ini pelaksanaan hukuman mati oleh kejaksaan Agung RI terhadap enam terpidana mati narkoba, banyak mendapat penolakan dan ancaman dari dalam dan luar negeri. Bahkan pasca eksekusi, dua negara yang warganya ikut dieksekusi, Belanda dan Brasil, menarik pulang masing-masing duta besarnya yang berada di Indonesia. Begitu juga Australia sedang mengupayakan pembatalan eksekusi mati terhadap dua orang warganya yang telah divonis hukuman mati pada tahun 2006 karena terbukti menyelundupkan heroin 8,2 kilogram dari Bali ke Australia pada 2005.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdjiatno, sebagaimana dilansir oleh Kompas.com, menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkotika tidak akan berhenti. “Ini ujian ketegasan hukum di Indonesia. Sama seperti warga negara kita kalau mau dihukum mati di negara lain, kita juga pasti lakukan pembelaan,” ujarnya, saat ditemui oleh pewarta kompas.com di FX Senayan, Jakarta, Selasa (20/1/2015).


Berdasarkan komentar-komentar nitizen dalam berbagai media sosal, banyak yang mengamini upaya yang dilakukan oleh pemerintah ini, walaupun sebagian kecil menduga bahwa pelaksanaan hukuman mati tersebut hanyalah pengalihan isu terhadap masalah carut marut pengangkatan kapolri oleh presiden. Namun demikian, pelaksaan hukuman mati ini patut diapresiasi dalam rangka memberi efek jera terhadap produsen, bandar, dan pengedar narkoba. Bayangkan setiap hari menurut BNN hampir 40 orang meninggal akibat pengaruh narkotika ini. (Harian Umum Pelita, Selasa, 20 Januari 2015).

Pelaksanaan hukuman mati ini tentu saja sesuai dengan aturan main yang berlaku di negara kita. Hingga 2006 tercatat ada 11 peraturan perundang-undangan yang masih memiliki ancaman hukuman mati, seperti: KUHP, UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM. Daftar ini bisa bertambah panjang dengan adanya RUU Intelijen dan RUU Rahasia Negara (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati)

Oleh sebab itu, pemerintah harus tegas dan konsisten terhadap keputusan yang telah dijatuhkan. Jika keputusannya telah divonis mati dan semua usaha-usaha hukum yang diupayakan mentok, maka keputusan tetap dijalankan, jangan sampai terpengaruh dengan permintaan-permintaan pihak luar. Bagi negara luar, mohon dihormati hukum yang berlaku di negara RI, hukuman mati juga tidak bertentangan dengan HAM malah justru menjunjung tinggi HAM, yaitu HAMnya orang tua, keluarga dan manusia lain yang tidak mau terkena dampak narkotika.

Wallahu a’lam
Kota Bima, 21 Januari 2015