Di masa lalu, guru ngaji memiliki strata sosial yang tinggi di tengah masyarakat kampung Kami.

Rumah guru ngaji nyaris tidak pernah sepi karena selalu disesaki oleh anak-anak yang belajar mengaji, di samping itu juga sering dikunjungi oleh para orang tua yang sengaja datang mengantar ikan atau sayur-sayuran hasil pertanian untuk kebutuhan dapur guru ngaji.
Selain itu kehadiran orang tua kami terkadang bertujuan untuk menanyakan kabar dan perkembangan belajar anaknya masing-masing.
Jamak terjadi di kampung Kami, jika memulai masa belajar mengaji, biasanya para orang tua mengantarkan langsung sang anak ke rumah guru ngaji, dan membawa perlengkapan mengaji seperti buku Maqada (sejenis buku iqra), tikar dan kayu bakar. Seorang guru biasanya mengajari belasan hingga puluhan anak didik.
Sholat Maghrib menjadi momen yang paling ditunggu, karena Setelah sholat Maghrib seluruh anak-anak akan berada di rumah guru ngaji.
Sebelum naik ke rumah guru ngaji, kami menimba air secara bergiliran untuk di masukkan ke Padasa (tempayan kecil) yang dipergunakan untuk berwudhu.
Setelah Maghrib, Kampung kami pun hening, yang ada hanyalah suara kami yang membaca dan melantunkan bait bait ayat suci Al-Qur’an hingga waktu Isya tiba.
Masya Allah….
Masa kecil yang menyenangkan…..??
“Irwan Supriadin J”
0 Komentar