Sejarah Khitan

STIT SUNAN GIRI BIMA, KOTA BIMA. Sabtu, 7 Desember 2019, saya diminta oleh adinda Syahbudin, SE. untuk mengisi ceramah agama pada acara khitanan putra dan putrinya. Pada saat itu, saya menyampaikan hal-hal yang terkait dengan pengertian, sejarah, dan hukum khitan, khitan merupakan fitrah kemanusiaan dan tujuan dilakukannya khitan.

Pengertian Khitan

Khitan kata benda berasal dari bahasa Arab yang berasal dari akar kata khatana – yakhtinu – khitanan yang berarti memotong, yang menurut istilah memotong kulit yang menutupi kepala zakar bagi laki-laki, atau memotong daging yang menonjol di atas vagina, yang disebut juga dengan klitoris bagi perempuan.

Sejarah Khitan

Ada sebagian pendapat, sebagaimana yang diinformasikan oleh kitab sebelum Islam (injil Barnabas), bahwa khitan ini telah dilakukan oleh manusia pertama, Nabi Adam As. seusai beliau bertobat dari kesalahannya memakan buah terlarang, khuldi. Tradisi khitan ini diteruskan oleh anak keturunannya.

Menurut data arkeologi (prasasti) yang pernah ditemukan bahwa sejak 3500 tahun SM orang-orang Babilonia, Sumeria kuno telah melakukan khitan dalam rangka menjaga kesehatan mereka dari penyakit yang mungkin akan menyerang tubuh.

Demikian halnya, petunjuk dari prasasti pada makam raja Mesir kuno yang bernama Tutankhamun sekitar tahun 2200 tahun SM, tertulis praktek khitan yang dilakukan oleh raja-raja Mesir yang dikenal dengan sebutan Fir’aun. Tujuan mereka khitan adalah  untuk menjaga kesehatan dari penyakit, dan bagi wanita agar terhindar dari perbuatan zina yang menyimpang dan berlebihan.

Dalam kitab Talmud, tafsir atas kitab Zabur, menegaskan bahwa orang-orang Yahudi juga melaksanakan khitan, jika tidak melakukan khitan dikategorikan sebagai orang yang musyrik dan jahat. Dalam kitab Injil Barnabas dijelaskan juga bahwa Nabi Isa melakukan khitan dan menyuruh umatnya untuk khitan tapi umatnya tidak mengikutinya.

Setelah sekian lama praktek khitan tidak dilakukan oleh anak keturunan nabi Adam dan nabi Nuh, maka pada masa Nabi Ibrahim As. (2295 SM/2510 SH) praktek khitan ini disyariatkan kembali. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al-Baqarah: 124,

۞وَإِذِ ٱبۡتَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٖ فَأَتَمَّهُنَّۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامٗاۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِيۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”.

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah Swt. telah menguji Nabi Ibrahim As. dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), menurut ulama termasuk di dalamnya perintah khitan.

Juga dalam hadist shohih Bukhari Muslim bahwa “Nabi Ibrahim khitan pada umur 80 tahun dengan menggunakan kampak”. Riwayat lain dengan redaksi yang sedikit berbeda dinyatakan bahwa “Nabi Ibrahim kekasih Dzat Yang Maha Rahman khitan ketika berumur 80 tahun”.

Dua hadits di atas menegaskan bahwa pensyariatan khitan telah ada sejak masa nabiyullah Ibrahim As. Timbul pertanyaan, mengapa nabi Ibrahim baru khitan umur 80 tahun? Kok tidak khitan sejak kecil sebagaimana dianjurkan dalam Islam.

Sebagaimana kita maklumi bahwa nabi Ibrahim As dikenal dengan sebutan Khalilullah, kekasih Allah. Apapun yang Allah Swt. perintahkan kepada beliau, segera beliau laksanakan. Beliau diperintah untuk membawa istrinya siti Hajar dan anaknya Ismail menuju Bakkah, padang pasir yang tandus, kering kerontang tanpa adanya air, beliau lakukan sepenuh hati. Demikian halnya, ketika beliau bermimpi diperintahkan untuk menyembelih putra semata wayangnya Ismail, beliau pun lakukan. Begitulah ketaatan Nabi Ibrahim yang luar biasa yang tidak sembarang orang bisa menyamainya.

Jadi, bahwa nabi Ibrahim As. tidak berkhitan sejak kecil bukan karena tidak mau khitan atau menunda khitan, tapi memang belum ada perintah, belum ada syariat yang turun kepadanya. Allah Swt. menurunkan syari’at khitan itu ketika nabiyulah Ibrahim berumur 80 tahun ketika umat sudah melupakan syariat khitan yang diajarkan oleh nabi-nabi sebelumnya. Demikian penjelasan yang disampaikan oleh kebanyakan ulama.

Oleh karena khitan merupakan syariat nabiyullah Ibrahim As yang diwariskan secara turun temurun oleh generasi penerusnya, maka umat Nabi Muhammad Saw. pun berhak mengikuti jejak langkah, syariat nabiyullah Ibrahim As tersebut.

Masyarakat Arab Jahiliyah, sebelum Islam datang, mereka juga sudah mentradisikan praktek khitan karena mengikuti leluhur mereka nabiyullah Ibrahim As dan Nabiyullah Ismail As.

Nabi Muhammad Saw. sendiri menurut hadist Ibnu Abbas dari bapaknya Abbas bin Abdul Muthalib Ra. berkata: “Bahwa Rasulullah Muhammad Saw. lahir dalam keadaan sudah khitan dan terputus tali pusarnya”. (Sirah Ibnu Kasir juz 1 halaman 207). Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa “Sesungguhnya di antara kemuliaan yang dilimpahkan Allah Swt. pada ku adalah aku terlahir dalam keadaan sudah khitan sehingga tidak ada satu mahluk pun yang melihat auratku”. (HR. Imam Abu Na’im, Imam Khatib dan Ibnu Asakir). Ada juga riwayat yang menjelaskan bahwa nabi Muhammad Saw. dikhitan pada malam ke tujuh dari kelahirannya oleh kakeknya Abdul Muthalib.

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad Saw. mengaqiqahkan sekaligus mengkhitan kedua cucunya, Hasan dan Husen pada tujuh hari dari kelahiran mereka. Para ulama masih berselisih pendapat mengenai kesahihan riwayat tersebut.

Di Indonesia, praktek khitan juga telah dilakukan sebelum Islam datang. Pada suku sunda, terdapat adat kebiasaan yang dipegang masyarakat bahwa pemotongan kulup merupakan kegiatan turun temurun sebagai penyempurnaan atas tradisi yang dianutnya.

Di Bima, praktek khitan dimulai sejak Islam masuk di Bima. Hal ini berdasarkan catatan BO Sangajikai dimana ketika pendakwah mengislamkan raja Bima Ruma Ta Ma Mbata Wadu (raja yang ke 38 Abdul Kahir), La Mbila (anak dari ruma bicara Amalimadai), Manuru Bata dan Rato Waro Bewi (adik dari ruma bicara Amalimadai) pada 7 Februari 1621 M di desa Kalodu beserta penduduk Kalodu. Syarat masuk Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, memotong rambut, khitan dan mandi wajib.

Hukum Khitan

Khitan menurut ulama Syafi’iyah, Hanabilah dan sebagian Malikiyah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh laki-laki dan sunnah serta dianggap sebuah keutamaan bagi perempuan, menurut riwayat Imam Ahmad, sebagian Malikiah dan Dhohiriyah. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi;

عن ابى هريرة رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله صعلم يقول: إختتن إبراهيم النبى صعلم وهو إبن ثمانين سنة بالقدوم. رواه مسلم

Dari Abu Hurairah Ra. berkata, saya mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Nabi Ibrahim As berkhitan sedangkan dia usainya 80 tahun. Ia dikhitan dengan kapak.” (HR Bukhari).

Riwayat lain menyebutkan dengan redaksi yang sedikit berbeda:

إختتن إبراهيم خليل الرحمن بعد ما اتت ثمانون سنة

“Ibrahim As. kekasih Allah berkhitan setelah usainya 80 tahun. Ia dikhitan dengan kapak.” (HR Bukhari).

Hadist lain,

إذا خفضت فأشمي ولا تنهكي فإنّه أسرى للوجه وأحضى للزوج

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Saw. bersabda kepada Ummu Athiyyah ra. “Apabila engkau mengkhitan perempuan, sisakanlah sedikit dan jangan potong (bagian kulit klitoris) semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami”. (HR. al-Khatib).

Hadist di atas menjadi dasar diwajibkannya khitan bagi anak laki-laki dan disunnahkan atau menjadi kehormatan bagi anak perempuan. Oleh karena khitan merupakan syariat yang diwariskan oleh Nabiyullah Ibrahim As. maka menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk mengikutinya. Allah Swt. berfirman dalam Qs. Al-Nahl: 123;

ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗاۖ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”.

alam hadist lain menjelaskan; bahwa Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwa dia menghadap Rasulullah Saw. lalu ia berkata:

قد أسلمتُ فقال له النبى صعلم : ألقِ عنك شعرَ الْكفر وَاخْتَتِنْ . رواه ابو داود و بيهقى

“Aku telah masuk Islam, “Nabi berkata, “buanglah rambut kekufuran dan khitanlah”. HR. Abu Dawud (hadis Hasan).

Hadist lain, “Barangsiapa yang masuk Islam, maka berkhitanlah sekalipun sudah dewasa”.

Khitan merupakan Fitrah kemanusiaan

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad Saw. bersabda:

الفطرة خمس او خمس من الفطرة : الختان و الإستحداد و نتف الإبط و تقليم الأظفار و قص الشارب . رواه مسلم

“Fitrah itu ada lima, atau lima dari Fitrah yaitu: “khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan mencukur kumis”. HR. Muslim.

Ibnu Qoyyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa kata fitrah mengandung dua makna. Pertama, fitrah yang berhubungan dengan hati yaitu mengenal Allah Swt., mencintainya dan mendahulukannya dari yang lain. Ini artinya seseorang yang hendak mengenal Allah Swt. harus mensucikan ruh dan memberihkan qalbu. Kedua, fitrah amaliah, yaitu dengan cara membersihkan raga, fisiknya atau badannya seperti halnya mengkhitan.

Untuk menjadi dekat dengan Allah Swt. kedua fitrah tersebut harus berbarengan dilakukan, yaitu membersihkan hati hari perbutan syirik kepada Allah Swt. juga membersihkan badan dari segala macam kotoran.

Manfaat dan Hikmah Khitan

Terdapat banyak hikmah yang dijelaskan oleh para ulama tentang pentingnya khitan, di antaranya:

  1. Menyempurkan keislaman hamba dengan mentaati syari’at yang telah diturunkan Allah Swt. kepada hambanya. Syari’at ini telah dijalankan oleh para Nabi yang dimulai sejak Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa hingga Nabi Muhammad Saw. Khitan merupakan sebuah tanda yang telah Allah Swt. perintahkan untuk dilakukan oleh hambanya. Qs. Al-Baqarah 138:

صِبۡغَةَ ٱللَّهِ وَمَنۡ أَحۡسَنُ مِنَ ٱللَّهِ صِبۡغَةٗۖ وَنَحۡنُ لَهُۥ عَٰبِدُونَ

        Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.

  1. Membersihkan sisa air kencing yang bersifat najis yang tersisa pada kulub
  2. Bagi perempuan, dapat menetralkan nafsu birahi, juga dapat mencerahkan wajah dan memuaskan pasangan.

Syukri Abubakar