Serial Ulama Kharismatik Bima (9)

Sekelumit kisah Syaikh Abubakar Ngali

Sebgaimana yang diceritakan oleh Hj. Aminah Muchtar putri ke dua TGH. Muhammad Said, dalam buku “Mengenang KH. Muhammad Said dan KH. Usman Abidin” bahwa Syaikh Abubakar bin Nawawi adalah orang tua kandung dari TGH. Muhammad Said Ngali.

Saat perang Ngali yang berkecamuk dari tahun 1905-1909 M, Syaikh Abubakar bin Nawawi tengah berada di Makkah al-Mukarramah dalam rangka melaksanakan ibadah haji dan menuntut ilmu sebagai yang biasa dilakukan oleh pemuda-pemuda nusantara masa itu.

Sementara kakaknya yang bernama Yasin bin Nawawi dan adiknya Adam bin Nawawi berperan penting dalam perang Ngali. Sang adik, Adam bin Nawawi terbunuh dan sang Kakak, Yasin bin Nawawi ditawan oleh Belanda dan diasingkan di pulau Sangiang.

Sebelum berangkat haji dan perang Ngali meletus, Syaikh Abubakar telah melakukan pernikahan dan dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Fatimah. Namun pernikahan ini tidak berlangsung lama sehingga mereka cerai sebelum tahun 1903.

Selama di Makkah al-Mukarramah, ia belajar dengan tekun selama beberapa tahun. Tidak dijelaskan di sekolah mana ia belajar, siapa saja guru-gurunya dan kitab apa yang dikaji, tapi yang pasti ia mengaji dan mengajar di masjidil haram selama beberapa tahun. Murid-muridnya yang berasal dari Bima adalah putranya sendiri TGH. Muhammad Said dan Tuan Guru Imam H. Abdurrahman Idris Tente.

Pada tahun 1910 M, ia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Ngali. Setahun kemudian (1911 M), ia menikah dengan seorang gadis yang bernama Saleha binti Tole yang saat itu berumur kira-kira 14 atau 15 tahun. Dari pernikahannya ini, melahirkan 6 orang anak, 3 laki-laki dan 3 perempuan. Salah seorang anak laki-lakinya bernama Muhammad Said yang menjadi bapak dari Hj. Aminah Muchtar.

Di saat suasana perang Ngali belum begitu hilang dari ingatan masyarakat Ngali dan kakaknya yang bernama Yasin bin Nawawi masih diasingkan di pulau sangiang, sultan Ibrahim (Ruma Ta Ma Taho Parange) meminta Syaikh Abubakar Ngali untuk menjadi Lebe Dala di kesultanan Bima. Diantara tugasnya adalah menjadi imam di masjid sultan Salahuddin Bima.

Hj. Aminah Muchtar masih bertanya-tanya apakah pengangkatan tersebut sebagai upaya pemulihan hubungan sultan dengan masyarakat Ngali atau memang benar-benar didasarkan pada kemampuan Syaikh Abubakar Ngali dalam hal agama. Sampai saat ini, hal tersebut masih menjadi misteri.

Terkait dengan asal muasal mengapa perang Ngali itu meletus, saat itu masih menjadi perdebatan. Pejuang Ngali berpendapat bahwa mereka berjuang demi mempertahankan kesultanan Bima dari rongrongan orang kafir Belanda, bukan membangkang kepada sultan. Sementara Belanda mengadu domba dengan mengatakan bahwa orang Ngali berperang melawan kesultanan Bima.

Setelah diangkat menjadi Lebe Dala pada tahun 1912, Syaikh Abubakar tinggal di kota Bima didampingi oleh isteri ketiganya Siti Djahora binti Abdurrahman, putri “Ompu Toi” pejabat penting dalam istana. Pernikahan dengan isteri ketiganya ini tidak membuahkan anak.

Untuk memperlancar tugas tersebut, ia menempati rumah dekat dengan masjid sultan Muhammad Salahuddin Bima agar setiap waktu dapat memenuhi kewajibannya sebagai Imam Masjid Sultan. Tugasnya sebagai Imam Masjid Sultan ini dijalaninya sampai masa pensiun dan setelah itu, putranya yang bernama Muhammad Said ditunjuk menjadi Khatib Toi kesultanan Bima.

Pada tahun 1918 M, keluarga besar Syaikh Abubakar berangkat ke Makkah al-Mukarramah dalam rangka menunaikan ibadah haji. Dalam perjalanan haji kali ini, banyak ujian yang dialami yakni meninggalnya empat orang putra/i beliau di al-Aziziyah Makkah. Sebelum itu, anaknya yang pertama Djunaid, juga telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Oleh karena itu, ia mengajak isteri keduanya Saleha untuk pulang kembali ke kampung halaman di Ngali. Barangkali menurut beliau, cuaca dan suasana kota Makkah tidak cocok dengan keluarganya. Umi Saleha menolak untuk pulang karena hendak menemani putranya Muhammad Said yang sedang menuntut ilmu di Madrasah Falakiyah dan mengaji di masjidil haram. Umi Saleha menganjurkan agar pulang terlebih dahulu bersama isteri ketiga yang bernama Djahora binti Abdurrahman.

Akhirnya pada tahun 1929, Syaikh Abubakar dengan isteri ketiganya Djahora binti Abdurrahman dan Qasim bin Yahya keponaannya pulang ke Ngali. Setelah itu, ia menikah lagi di Ngali dengan Habibah binti Musa dan melahirkan tiga orang anak perempuan, yaitu Asmah, Asiah, dan Fatimah.

Bagaimana kisah lengkap perjalanan hidup beliau, perlu penelusuran lebih lanjut. wallahu a’lam.

Dara Bima, 10 Januari 2019

Sumber rujukan disarikan dari buku:
Marwan Sarijo (penyunting), Mengenang KH.Muhammad Said dan KH. Usman Abidin, Bogor, Yayasan Ngali Aksara dan Pesantren al-Manar Press, 2001.