Nikah Beda Agama digugat


Syukri Abubakar. Kemarin dalam berita online, Sinta Nuriyah isteri almarhum GUS DUR dalam menanggapi usulan judisial review UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berkaitan dengan nikah beda agama oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Anbar Jayadi (berjilbab semester IX) bersama empat temannya yang juga alumni FH UI yaitu Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Lutfi Sahputra ke Mahkamah Konstitusi (MK), beliau mengatakan bahwa nikah beda agama itu lebih baik daripada kumpul kebo, baik itu dilakukan oleh laki-laki muslim dengan perempuan non muslim maupun perempuan muslim dengan pria non muslim.
Ulama Muda NU Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jember Jawa Timur, Muhammad Idrus Ramli dalam menanggapi pernyataan Sinta Nuriyah tersebut mengatakan bahwa menikah beda agama dan kumpul kebo sama-sama buruk. Bahkan lebih buruk nikah beda agama daripada kumpul kebo. Menurutnya, sebagaimana dilansir oleh Hidayatullah online, kumpul kebo merupakan perbuatan zina, sedangkan zina itu perbuatan dosa. Sedang nikah beda agama itu sama artinya murtad (keluar dari Islam), sedangkan murtad lebih parah daripada perbuatan dosa.

Islam secara tegas dan lugas memutuskan bahwa seorang wanita Muslim haram menikah dengan laki-laki non Muslim. Begitu pun sebaliknya, laki-laki Muslim juga tidak dibolehkan menikah dengan wanita musyrik (seperti Hindu, Budah, Konghucu dan lainnya). Dasar hukumnya tercantum di dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 221 disebutkan: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka. sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.�
Jadi, jika seorang wanita Muslim menikah dengan laki-laki non Muslim, status pernikahannya tidak sah dan dipandang sebuagai zina seumur hidup karena aqad pernikahannya tidak sah tidak memenuhi unsur rukun dan syarat pernikahan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah rusaknya nasab (garis keturunan) sang anak dengan orangtuanya. Jika ibunya Muslim sedangkan ayahnya non Muslim maka terputuslah hak perwalian dan hak waris dari ayah tersebut kepada anaknya. Ini adalah hal yang sangat mengkhawatirkan dan meresahkan. Pernikahan beda agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagal tujuan utama dilaksanakannya pernikahan. Bukankah kita tidak menginginkan umat Muslim ini mengalami generasi yang kehilangan induknya dikarenakan garis nasab yang berantakan? Siapakah yang bertanggungjawab jika generasi penerus kita akan melakukan zina seumur hidupnya? Kalau hal ini yang akan terjadi tunggulah azab dari Tuhan yang amat pedih sebagaimana yang ditimpakan kepada Umat Nabi Luth yang melakukan perbuatan homoseksual.

Wallahu a’lam
Bima, 30 September 2014