Kota Bima, 24 Mei 2025 – Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STIT Sunan Giri Bima kembali menyelenggarakan Kuliah Pemikiran sesi kelima secara daring, bekerja sama dengan Penerbit Pro De Leader dan Indonesian Universities Consortium on Social-Religious Studies (IUCSRS). Mengangkat tema “Heterarki Masyarakat Muslim Indonesia”, kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama: Prof. Dr. Abdul Wahid, M.Ag., M.Pd. dan Prof. Atun Wardatun, M.Ag., MA., Ph.D., serta Bernando J. Sujibto, S.Sos., MA. sebagai penanggap.

Tangkapan layar diskusi online (24/05/2025)
Dalam paparannya, Prof. Dr. Abdul Wahid, Guru Besar UIN Mataram di bidang Antropologi Agama, menekankan bahwa keilmuan tidak lagi terkungkung ruang dan waktu. “Diskursus akademik kini dapat terus bergulir tanpa batas geografis. Zoom menjadi ruang baru bagi dialog kritis,” ujarnya. Ia juga menjelaskan bahwa buku ini merupakan hasil kolaboratif yang mendalam, “Saya menelaah institusi dan figur keagamaan, sementara Prof. Atun mengurai dimensi subordinasi dan dominasi dalam relasi sosial keagamaan,” jelasnya.
Sementara itu, Prof. Atun Wardatun, Guru Besar Hukum Keluarga Islam UIN Mataram dan Direktur La Rimpu, memberikan perspektif kritis terhadap praktik dominasi sosial. “Kita kerap tanpa sadar ingin menguasai ruang yang bukan menjadi wewenang kita. Buku ini hadir sebagai tawaran metodologis untuk membaca ulang dinamika dominasi itu melalui pendekatan heterarki, bukan hirarki semata,” terang Prof. Atun. Ia juga memberikan apresiasi terhadap STIT Sunan Giri Bima sebagai institusi yang tanggap terhadap pemikiran progresif, “STIT Sunan Giri Bima adalah lembaga pertama yang menyambut kehadiran buku ini dan memfasilitasi ruang dialog terbuka,” tambahnya.
Sebagai penanggap, Bernando J. Sujibto, editor buku sekaligus dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, menilai bahwa karya kolaboratif dua guru besar UIN Mataram ini sangat kontekstual. “Buku ini tidak hanya kuat secara teoritis, tetapi juga hidup karena studi kasusnya diambil langsung dari kehidupan masyarakat Muslim di Bima dan Lombok. Ini yang membuatnya relevan dan menyentuh,” tuturnya. Kuliah daring ini diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang akademik, mulai dari dosen, mahasiswa, hingga pegiat kajian keislaman. Perwakilan dari STIT Sunan Giri Bima, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Raden Mas Said Surakarta, Universitas Muhammadiyah Bima, serta masyarakat umum turut serta secara aktif. Diskusi ini dipandu oleh moderator energik Nurbaya, M.Pd., dosen sekaligus Kepala Gugus PGMI STIT Sunan Giri Bima.
Kuliah Pemikiran sesi kelima ini tidak hanya menjadi ruang diskusi intelektual, tetapi juga menjadi wahana spiritual dalam membaca ulang struktur sosial umat Islam secara lebih reflektif dan transformatif. Sebagaimana ditegaskan oleh Prof. Abdul Wahid, “Membaca heterarki bukan sekadar memahami keragaman, tetapi juga tentang keadaban dan penghormatan dalam perbedaan.
0 Komentar