Munajat Kita Untuk Kampus Tercinta

STIT SUNAN GIRI BIMA, KOTA BIMA. Alhamdulillah dalam 3 tahun terakhir kampus kita STIT Sunan Giri Bima, sudah mulai menunjukkan bukti perjuangannya meloloskan diri dari nasib di ujung tanduk. Tanpa disebut namanya, kita sudah kenal dengan sosok penting dibalik ikhtiar tak kenal waktu dan tak kenal lelah itu sebagai ujung tombak sekaligus corong berjalan informasi kampus kita baik di wilayah hiruk pikuk perkotaan hingga pelosok pedesaan yang aspal dan sinyal HP saja ogah masuk ke wilayah tersebut. Itulah ikhtiar yang hingga saat ini dan seterusnya akan terus berlangsung.
Di samping itu, bombardir status, hashtag, tagline, brosur, poster hingga kreasi video turut meramaikan jagat dunia maya untuk menunjukkan betapa civitas akademika STIT Sunan Giri Bima begitu tidak main-main ingin dikenal dan dijadikan tempat melanjutkan studi para calon maba sekaligus merubah stigma negative tentang kampus kita di masyarakat yang sudah kadung di’blacklist’ dalam daftar nama kampus rujukan di wilayah kita.
Harus diakui, ikhtiar itu masih belum maksimal karena mungkin kebanyakan kita yang membaca tulisan ini perannya hanya sebagai motivator online lewat chat/pesan semangat di dunia maya. Patut disesali, tapi mungkin itulah perbedaan karakter dan plus minus orang per orang.
Topik ini penulis angkat karena siapa pun, kita tahu bahwa pasangan kata ikhtiar pasti adalah lafadz doa sebagai dua hal yang penting dalam kehidupan kita sebagai hamba yang beriman. Inginnya sih, bagi kita yang tidak bisa berkontribusi lebih secara ikhtiar lapangan, mari kita gunakan secara maksimal opsi kedua ini.
Selain kita menjadi juru doa online lewat status do’a dan kata ‘Aamiin’ dalam status chat kita yang kadang-kadang kita ketik saat kita lagi duduk nyantai, lagi ngemil, ngantuk, ngobrol dengan teman, baru bangun tidur, atau bahkan sedang berhadats kecil maupun belum sempat mandi besar. Alangkah lebih baiknya kalau bentuk munajat ini agak kita seriusi dengan melakukannya dalam kondisi dan situasi yang benar-benar layak bagi Sang Maha Pengabul do’a untuk memperhitungkan do’a-do’a kita, apalagi kebetulan kita sedang dalam bulan Ramadhan.
Kita sudah sama-sama pernah diajarkan bahwa do’a adalah senjata seorang mukmin, do’a dapat merubah takdir, bahkan dekatnya Sang Pencipta dengan hamba-Nya dan kepastian pengabulan do’a bagi yang meminta. Kita yakin 100 persen dan sudah jutaan kali kita berdo’a dalam shalat kita, setelah sholat kita, atau dengan washilah amal shalih kita yang lainnya untuk kebaikan dan kemashlatan umum kita, kalaupun ada yang spesifik pasti itu berkaitan dengan hajat pribadi maupun keluarga kita. Dan Allah memang suka jika hamba-Nya serius mengangkat tangan dalam berdo’a, apalagi spesifik permintaannya bahkan malu jika nggak mengabulkannya.
Belum lagi ketika hamba-Nya sedang berpuasa, Nabi mengatakan do’anya pasti dikabulkan sebagaimana do’a pemimpin yang adil dan do’a orang yang terdzalimi. Sayang kalau hal ini tidak benar-benar kita manfaatkan maksimal. Perntanyaannya, pernahkah kita secara serius dan spesifik dalam situasi yang pantas untuk bermunajat kepada-Nya mengadukan nasib kampus kita tercinta ? Mendo’akan mahasiswa, alumni dan calon maba kita? Hanya Allah Swt., Raqib Atid dan diri kita yang tahu.
Semoga Ramadhan tahun ini tetap memiliki kesan dan makna sendiri bagi kita di tengah pandemic yang masih mewabah, khususnya bagi kejayaan STIT Sunan Giri Bima di masa mendatang.
Ahmad Syagif HM