Pemuda Pelaku Sejarah

Sebuah motivasi ringan yang selalu terngiang dalam pikiran saya adalah ”jadilah pelaku sejarah, bukan semata penikmat sejarah”, “Nikmat ada di proses, hasil hanyalah bonus”. Menjadi “pelaku sekaligus penikmat” inilah yang sedang kami galakkan saat ini di kampus STIT Sunan Giri Bima. Jika dulu, para tokoh sejarah di STIT Sunan Giri Bima telah meletakkan dasar-dasar penting bagi kampus ini, mulai dari awal perintisan sampai menjadi primadona di kota dan kabupaten Bima, maka sekarang saatnya kami melanjutkan tongkat estafet tersebut.

Setelah banyak menikmati perjalanan yang penuh liku, para pelaku sejarah terdahulu memang telah mencapai puncak gilang gemilang. Namun arus globalisasi telah menggerus prestasi tersebut, sehingga perlahan-lahan berimbas pada kemunduran kampus STIT Sunan Giri Bima. Kami dahulunya hanya penikmat sejarah kemajuan STIT Sunan Giri Bima, namun sekarang kami pun merasa tertantang dengan segala modernisasi dan globalisasi yang melaju kian cepat. Kampus yang dulunya menjadi rebutan lambat laun mengalami kemunduran yang bahkan ada wacana hendak di tutup.

Melihat keadaan kampus yang mulai redup, para pelaku sejarah yang sempat membangun STIT Sunan Giri Bima mulai berpikir dengan keadaan kampus ini. STIT harus kembali menjadi primadona, dengan keadaan fisik dan umur yang telah renta, maka tidak mungkin jika pelakunya harus mereka lagi, maka butuh regenerasi.
Umar Bin Khattab r.a berkata “Jika aku sedang mengalami kesulitan, maka yang aku cari adalah pemuda”. Pemuda merupakan pemimpin masa depan, pemuda memiliki pemikiran yang sangat tajam.

Dengan segala kelebihan definisi pemuda, maka pelaku sejarah terdahulu meletakkan amanah berat untuk menjadikan kampus STIT Sunan Giri Bima menjadi primadona kembali kepada pundak-pundak kaum muda. Di tahun 2017 terjadilah serah terima amanah besar dari tokoh-tokoh sepuh STIT Sunan Giri Bima kepada para pemuda yang notabene adalah civitas akademika STIT Sunan Giri Bima sendiri. Dari sini regenerasi bermula. Tiap generasi memiliki pelaku sejarah sendiri, dan sekarang pelaku sejarah STIT Sunan Giri Bima terletak di pundak-pundak pemuda.

Pada tahun pertama kepemimpinan para pemuda ini, STIT Sunan Giri Bima mulai menebarkan kembali pesonanya lewat gebrakan-gebrakan baru. Mulai dari lahirnya koperasi sampai dengan sosialisasi di sekolah-sekolah yang dilakukan dengan sangat masif. Jika tiba waktu jumat kaum muda STIT kembali berkunjung ke daerah-daerah dalam rangka Safari Dakwah Sosialisasi “Plus”, berdakwah sekaligus mengenalkan kampus STIT Sunan Giri Bima, dari rumah ke rumah, masjid ke masjid, kampung ke kampung. Proses yang tidak bisa dibilang ringan. Namun dari proses ini, implikasi terbesarnya adalah tahun pertama kepemimpinan para kaum muda, STIT mulai dilirik kembali dengan banyaknya mahasiswa baru yang masuk.

Memasuki tahun kedua, pergerakan kaum muda STIT Sunan Giri Bima semakin kuat. Jika tahun pertama pemuda-pemuda ini hanya bersosialisasi lewat sekolah-sekolah, masjid ke masjid, rumah ke rumah, maka memasuki tahun kedua, muncul ide cemerlang dari salah satu pemuda STIT, agar safari dakwah sosialisasi “Plus” ini harus melalui acara-acara besar Islam. Artinya, STIT Sunan Giri Bima mengadakan acara-acara hari besar Islam di desa-desa melalui kerja sama dengan perangkat desa dan alumnus yang berada di tempat tersebut. Dimulailah safari dakwah sosialisasi “Plus” STIT Sunan Giri Bima, yakni acara Isra’ Mi’raj yang di lakukan di Ndano Na’e, kampo melayu, Jati Baru, berlanjut di Masjid Al-Huda Karara, kemudian daerah Donggo o’o, dan puncaknya tadi malam (28/4) di Desa Risa. Hampir sebagian besar pengisi acara safari dakwah sosialisasi “Plus” ini adalah civitas akademika STIT Sunan Giri Bima, mulai dari dosen hingga mahasiswa.

Inilah kami, kaum muda STIT Sunan Giri Bima, para pelaku sejarah pada generasi ini, yang kelak akan selalu dikenang perjuanganannya. Sungguh menjadi pelaku sejarah STIT Sunan Giri Bima merupakan kebanggan, dan sungguh proses yang kami lalui begitu nikmat.

Penulis : Muhammad Irfan